Senin, 04 Juni 2012

Inspirasi Trinitas Bagi Kehidupan Bermasyarakat (Sebuah Resensi Artikel)

Oleh: Nicolas Renleuw
Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng 


Pendahuluan
Iman Kristen sangat berakar pada Allah Tritunggal. Misteri Tritunggal Mahakudus tersebut adalah yang paling mendasar dari iman kita. Dari padanya segala sesuatu tergantung dan berasal. Oleh karena itu, Gereja sangat serius untuk menjaga kebenaran iman ini bahwa Allah adalah Satu dalam Tiga Pribadi. Berbagai teolog besar sejak masa gereja perdana telah menghasilkan banyak pemikiran sebagai usaha untuk menjelaskan misteri ini. Sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa doktrin Tinitas sama sekali tidak berimplikasi praktis. 
Leonardo Boff[1] dalam bukunya Trinity and Society turut pula mengemukakan refleksinya tentang Allah Tritunggal. Melalui buku ini Boff membela baik kebenaran doktrin Trinitas tetapi juga nilai praksis dari doktrin tersebut. Bagi Boff, komunitas Bapa, Putera, dan Roh Kudus tidak hanya kebenaran tentang Allah; tetapi juga adalah “prototipe dari komunitas manusia yang ideal bagi mereka yang ingin meningkatkan kualitas hidup kemasyarakatan; model untuk sikap adil dan egaliter (sementara perbedaan tetap dihormati) organisasi sosial.
"Dalam tulisan ini, saya mencoba mengupas secara khusus artikel atau bab VII dari buku tersebut: The Communion of the Trinity as Basis for Social and Integral Liberation.

Identitas Artikel
Judul
:
The Communion of the Trinity as Basis for Social and Integral Liberation (Bab VII dari buku Trinity and Society)
Penulis
:
Leonardo Boff (Translated by Paul Burns)
Penerbit
:
Orbit Books, New York
Tahun
:
1988
Tebal
:
32 hlm. (hlm. 123-154)

Garis Besar Artikel
Boff mengawali bab ini dengan menjelaskan terlebih dahulu tentang kenyataan diri Allah sebagai Allah yang kekal dan senantiasa mewahyukan diri kepada umat manusia.  Di sana ia mengemukakan lagi tentang pertanyaan klasik bagaimana mungkin Allah yang Satu itu serentak adalah Tiga? Ia melihat kembali seluruh tradisi alkitabiah dan historis (tradisi) mengenai doktrin Kristus dan Trinitas. Dengan demikian ia mengangkat kembali bukti alkitabiah dan tradisi mengenai pengakuan iman Kristen akan Satu Allah dalam Tiga Pribadi. Selanjutnya, Boff membahas tentang Allah sebagai Pribadi yang selalu dan senantiasa berkomunikasi secara tak terbatas kepada umat manusia.
Lebih jauh, Boff berpendapat bahwa kebenaran dan relevansi iman  trinitarian harus dimulai tidak dengan kesatuan, tetapi dengan ketritunggalan Allah; bukan dengan spekulasi teistik tentang Allah sebagai Satu yang menyendiri, tetapi dengan keterbukaan pewahyuan diri Allah sebagai sebuah komunitas atau masyarakat dari Tiga Pribadi Ilahi, yang berada dalam relasi ko-eksistensi, ketekaitan, dan penyerahan diri satu sama lain. Sebih teknis, Boff berpendapat bahwa kita tidak harus mulai dengan penekanan klasik Gereja Timur pada monarki ilahi Allah, atau dengan penekanan klasik Gereja Barat pada satu substansi tiga pribadi, tapi dengan doktrin abad keenam yakni perichoresis.
Boff mulai masuk lebih dalam dengan menjelaskan argumennya tentang Allah Tritunggal tersebut. Ia menjelaskan konsep perichoresis sebagai persekutuan dan interpenetration dari Ketiga Pribadi Ilahi. Dengan ini Boff mengaskan bahwa dalam iman Katolik, yang dimaksudkan dengan nama “Allah” ialah Bapa, Putra dan Roh Kudus dalam suatu korelasi abadi dan dalam peresapan serta cinta kasih timbal balik sedemikian rupa sehingga merupakan satu Allah Yang Maha Esa. Ia menegaskan lebih lanjut bahwa kesatuan ini berarti persekutuan para Pribadi Ilahi sehingga sejak semula tidak terdapat Sang Esa yang kesepian, tetapi persekutuan dari ketiga Pribadi Ilahi tersebut.
Selanjutnya, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, dalam pemikiran Boff, ada semacam dinamika timbal balik antara komunitas Trinitas dan masyarakat manusia. Dia menggunakan masyarakat untuk menjelaskan pengertian tentang Trinitas, dan kemudian menyajikan hubungan di dalam Trinitas sebagai model masyarakat ideal yang mana masyarakat manusia dipanggil untuk menjadi masyarakat sempurna dalam Allah Tritunggal. Boff tegas dalam pandangannya bahwa masyarakat secara intrinsik bagian dari tiga. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah satu kesatuan karena "Pribadi yang pada hakekatnya terbuka terhadap yang lain, ada dengan yang lain dan kembali satu sama lain". Persekutuan ini adalah ekspresi dari kasih dan kehidupan.  Boff merujuk pada doa Yesus, "semoga mereka menjadi satu dalam diri kita ... supaya mereka menjadi satu seperti kita adalah satu" (Yoh. 17:21-22). Dia juga menekankan bahwa ketika Yesus turun ke dunia, Ia melakukan hal-hal yang mendorong orang Yahudi untuk percaya bahwa hanya Allah yang memiliki kekuatan untuk melakukannya. Oleh karena itu, benarlah perkataan mereka bahwa ia membuat dirinya setara dengan Allah (Yoh. 5:5). Kemudian, Roh Kudus ada dan menyatu dalam tindakan-tindakan Yesus.
Menurut Boff, pemahaman yang tepat tentang Trinitas tersebut seharusnya menjadi kritik tetapi sekaligus inspirasi bagi komunitas masyarakat manusia. Baginya, apa yang terjadi dalam komunitas masyarakat manusia secara umum justru menunjukkan kesalahan pemahaman tentang Trinitas, atau dengan kata lain tidak Trinitarian. Misalnya, status ayah identik dengan orang yang memiliki pengetahuan dan kekuasaan dan telah membuat keputusan dalam keluarga, paternalisme adalah model bagi hubungan keluarga dalam masyarakat luas. Dengan kata lain, bahkan secara gamblang Boff menegaskan bahwa masyarakat cenderung membenarkan setiap bentuk otoritarianisme, paternalisme, tirani, atau individualisme otonom dalam hubungan politik, ekonomi, gerejawi, seksual, dan kekeluargaan. Hal ini berakar pada pemahaman Trinitarian yang monoteistik. Selain bahwa pemahaman semacam itu sudah pasti akan mengarah kepada doktrin Tritunggal yang diwarnai baik oleh subordinationisme atau modalisme.
Sebaliknya, kalau kita mulai dengan pewahyuan ketritunggalan Allah sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus, menurut Boff, kita akan memiliki pemahaman yang benar akan Allah Tritunggal yang imanen dan menyelamatkan. Pemahaman ini menghantar  kita pada konsepsi masyarakat manusia dalam gambar Allah dalam setiap bidang yang ditandai dengan kesatuan dalam keragaman, individualitas yang diwujudkan dalam kekerabatan, masyarakat yang merangkul bukan mengecualikan, saling memberi dan menerima yang menolak semua dominasi dan kontrol. Melalui ini, Boff menunjukkan bagaimana sebuah doktrin sosial Tritunggal memungkinkan kita untuk mengatasi konflik antara kapitalisme individualistik dan sosialisme kolektif, penindas dan yang tertindas, laki-laki dan perempuan, serta otoritas gereja dan anggota gereja.

Komentar Artikel
Mengingat fakta bahwa Trinitas adalah ciri khas teologi dan strata iman Kristen, bab ini menawarkan sisi lain dari teologi Trinitas. Boff secara mendalam dan gamblang merefleksikan pengaruh praksis dari penghayatan akan misteri Allah Tritunggal untuk praktek kehidupan kita, bukan hanya dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi juga dalam kehidupan menggereja.
Dalam tesis Trinitarian, Boff menunjukkan bagaimana Tritunggal Kudus, antara lain, adalah gambaran masyarakat yang sempurna dan gambaran gereja yang ideal, yang - bukan hirarki kekuasaan, tetapi sebuah komunitas yang beragam. Lebih lagi, dimensi paling menarik dari tesis Boff adalah di mana ia menunjukkan bagaimana doktrin sosial Tritunggal dapat memungkinkan kita untuk mengatasi konflik antara kapitalisme individualistik dan sosialisme kolektif, penindas dan yang tertindas, laki-laki dan perempuan, otoritas gereja (hirarki) dan anggota gereja, dan bahkan pembagian antara Gereja Barat dan Timur. Hal ini dapat menjadi kendaraan yang signifikan untuk memobilisasi ekumenisme. 
Kekayaan lain dari tesis Trinitarian Boff dalam bab ini adalah ia memberikan sentuhan yang lebih jelas pada beberapa istilah teologis yang telah digunakan oleh para pendahulunya. Penggunaan istilah perichoresis, yang dapat diterjemahkan sebagai “tinggal bersama”, “berada bersama”, dan “saling meresapi” dari para Pribadi Ilahi yang bersama-sama merupakan satu kehidupan dengan kesamaan derajat tanpa yang satu lebih dahulu atau lebih tinggi dari pada yang lain. Penjelasan Boff ini sangatlah tidak rentan terhadap tuduhan trietisme.
Oleh karena itu, sebagai sebuah pemikiran teologis, artikel (buku) ini bagi saya amatlah layak untuk dibaca guna memperkaya wawasan teologi kita tentang Trinitas. Hanya saja, menurut saya cukup beresiko apabila artikel ini dibaca oleh orang yang sama sekali awam dalam teologi mengingat banyaknya gagasan ‘pemberontakan’ yang terkandung di dalamnya, misalnya tentang hierarki gereja.
Melalui artikel ini, secara pribadi saya pun tidak bisa menghindari kesan bahwa Boff tidak lebih baik dari beberapa teolog pembebasan dalam memberikan kriteria teologis untuk mengkritik semua ideologi dan dengan demikian agak rentan terhadap kritikan bahwa teologi pembebasan adalah hanya mencoba untuk menggunakan Allah untuk membenarkan ideologi tertentu.


Daftar Pustaka
Boff, Leonardo. Trinity and Society. Translated by Paul Burns. New York: Orbit Books, 1988.
Dister, Nico Syukur, Dr., OFM. Teologi Sistematika 1: Allah Penyelamat. Yogyakarta:  Kanisius, 2004.



[1] Leonardo Boff dilahirkan di Concordia, Santa Catarina, Brasil, pada 14 Desember 1938. Dia adalah cucu seorang imigran Italia dari daerah Veneto yang datang ke Rio Grande do Sul, Brasil, pada akhir abad XIX. Dia menerima pendidikan dasar dan menengah di Concordia - Santa Catarina, Rio Negro - Paraná, dan Agudos - São Paulo. Ia belajar Filsafat di Curitiba - Paraná dan Teologi di Petropolis - Rio de Janeiro. Dia bergabung dengan Ordo Fransiskan Friars Minor pada 1959 dan menerima gelar doktor dalam Filsafat dan Teologi dari Universitas Munich - Jerman, pada tahun 1970.
Selama 22 tahun ia adalah profesor Teologi Ekumenis Sistematis dan di Institut Teologi Fransiskan di Petropolis. Dia telah menjabat sebagai profesor Teologi dan Spiritualitas di berbagai pusat pendidikan tinggi dan universitas di Brasil dan seluruh dunia, selain menjadi profesor tamu di Universitas Lisbon (Portugal), Salamanca (Spanyol), Harvard ( Amerika Serikat), Basel (Swiss), dan Heidelberg (Jerman).
Ia adalah salah satu tokoh utama Teologi Pembebasan yang selalu merefleksikan secara teologis masalah-masalah penderitaan dan marginalisasi.
Boff menerima gelar doktor kehormatan dalam bidang Politik dari Universitas Turin (Italia) dan dalam bidang Teologi dari Universitas Lund (Swedia). Dia juga telah dihormati dengan berbagai penghargaan, di Brasil dan seluruh dunia, karena perjuangan atas nama yang lemah, yang tertindas dan terpinggirkan, dan Hak Asasi Manusia. Dari 1970 sampai 1985 ia berpartisipasi dalam dewan editorial Editora Vozes. Selama waktu ini ia berpartisipasi dalam koordinasi dan publikasi koleksi, "Teologi dan Pembebasan" dan edisi seluruh karya CG Jung. Dia Editor-in-chief dari "Eclesiástica Revista Brasileira" 1970-1984, dari "Revista de Cultura Vozes" dari 1984 hingga 1992, dan "Revista Internacional Concilium" 1970-1995.
Pada tahun 1984, Boff sempat dilarang mengajar oleh gereja Katolik karena bukunya “Gereja: Kharisma dan Power” dianggap bertentangan dengan ajaran gereja. Namun, Vatikan mencabut hukuman itu pada tahun 1986 karena banyaknya tekanan internasional. Pada tahun 1992, di bawah ancaman baru dari tindakan penghukuman kedua oleh otoritas di Roma, Boff meninggalkan imamatnya dan 'mempromosikan dirinya: “Aku mengubah parit untuk melanjutkan perang yang sama”. Ia melanjutkan aktivitasnya sebagai seorang teolog pembebasan , penulis, profesor, dan pembicara dalam berbagai konferensi di Brasil dan negara-negara lain, juga sebagai penasehat beberapa gerakan sosial pembebasan. Pada tahun 1993 ia terpilih sebagai profesor Etika, Filsafat Agama dan Ekologi di Universitas Negeri Rio de Janeiro (UERJ). Pada tanggal 8 Desember 2001 ia dihormati dengan hadiah Nobel alternatif, "Right Livelihood Award" di Stockholm, Swedia.
Dia saat ini tinggal di Jardim Araras, sebuah daerah padang gurun ekologi di kotamadya Petropolis Rio de Janeiro. Ia hidup bersama Marcia Maria Monteiro de Miranda, seorang  pendidik dan pejuang Hak Asasi Manusia dari paradigma ekologi baru. Dan dikaruniai, beberapa anak dan cucu.