Pendahuluan
Iman Kristen sangat
berakar pada Allah Tritunggal. Misteri Tritunggal Mahakudus tersebut adalah
yang paling mendasar dari iman kita. Dari padanya segala sesuatu tergantung dan
berasal. Oleh karena itu, Gereja sangat serius untuk menjaga kebenaran iman ini
bahwa Allah adalah Satu dalam Tiga Pribadi. Berbagai teolog besar sejak masa
gereja perdana telah menghasilkan banyak pemikiran sebagai usaha untuk
menjelaskan misteri ini. Sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa doktrin
Tinitas sama sekali tidak berimplikasi praktis.
Leonardo Boff[1]
dalam bukunya Trinity and Society
turut pula mengemukakan refleksinya tentang Allah Tritunggal. Melalui buku ini
Boff membela baik kebenaran doktrin Trinitas tetapi juga nilai praksis dari
doktrin tersebut. Bagi Boff, komunitas Bapa, Putera, dan Roh
Kudus tidak hanya kebenaran tentang Allah; tetapi juga adalah “prototipe dari
komunitas manusia yang ideal bagi mereka yang ingin meningkatkan kualitas hidup
kemasyarakatan; model untuk sikap adil dan egaliter (sementara perbedaan tetap
dihormati) organisasi sosial.
"Dalam tulisan ini, saya mencoba mengupas
secara khusus artikel atau bab VII dari buku tersebut: The Communion of the Trinity as Basis for Social and Integral
Liberation.
Identitas Artikel
Judul
|
:
|
The Communion of the Trinity as Basis for Social and
Integral Liberation (Bab VII dari buku Trinity
and Society)
|
Penulis
|
:
|
Leonardo Boff (Translated by Paul Burns)
|
Penerbit
|
:
|
Orbit Books, New York
|
Tahun
|
:
|
1988
|
Tebal
|
:
|
32 hlm. (hlm. 123-154)
|
Garis Besar Artikel
Boff mengawali bab
ini dengan menjelaskan terlebih dahulu tentang kenyataan diri Allah sebagai
Allah yang kekal dan senantiasa mewahyukan diri kepada umat manusia. Di sana ia mengemukakan lagi tentang
pertanyaan klasik bagaimana mungkin Allah yang Satu itu serentak adalah Tiga?
Ia melihat kembali seluruh tradisi alkitabiah dan historis (tradisi) mengenai
doktrin Kristus dan Trinitas. Dengan demikian ia mengangkat kembali bukti
alkitabiah dan tradisi mengenai pengakuan iman Kristen akan Satu Allah dalam
Tiga Pribadi. Selanjutnya, Boff membahas tentang Allah sebagai Pribadi yang
selalu dan senantiasa berkomunikasi secara tak terbatas kepada umat manusia.
Lebih jauh, Boff
berpendapat bahwa kebenaran dan relevansi iman
trinitarian harus dimulai tidak dengan kesatuan, tetapi dengan
ketritunggalan Allah; bukan dengan spekulasi teistik tentang Allah sebagai Satu
yang menyendiri, tetapi dengan keterbukaan pewahyuan diri Allah sebagai sebuah
komunitas atau masyarakat dari Tiga Pribadi Ilahi, yang berada dalam relasi
ko-eksistensi, ketekaitan, dan penyerahan diri satu sama lain. Sebih
teknis, Boff berpendapat bahwa kita tidak harus mulai dengan penekanan klasik Gereja
Timur pada monarki ilahi Allah, atau dengan penekanan klasik Gereja Barat pada satu
substansi tiga pribadi, tapi dengan doktrin abad keenam yakni perichoresis.
Boff mulai masuk
lebih dalam dengan menjelaskan argumennya tentang Allah Tritunggal tersebut. Ia
menjelaskan konsep perichoresis sebagai
persekutuan dan interpenetration dari
Ketiga Pribadi Ilahi. Dengan ini Boff mengaskan bahwa dalam iman Katolik, yang
dimaksudkan dengan nama “Allah” ialah Bapa, Putra dan Roh Kudus dalam suatu
korelasi abadi dan dalam peresapan serta cinta kasih timbal balik sedemikian
rupa sehingga merupakan satu Allah Yang Maha Esa. Ia menegaskan lebih lanjut
bahwa kesatuan ini berarti persekutuan para Pribadi Ilahi sehingga sejak semula
tidak terdapat Sang Esa yang kesepian, tetapi persekutuan dari ketiga Pribadi
Ilahi tersebut.
Selanjutnya,
seperti sudah dijelaskan sebelumnya, dalam pemikiran Boff, ada semacam dinamika
timbal balik antara komunitas Trinitas dan masyarakat manusia. Dia
menggunakan masyarakat untuk menjelaskan pengertian tentang Trinitas, dan
kemudian menyajikan hubungan di dalam Trinitas sebagai model masyarakat ideal yang
mana masyarakat manusia dipanggil untuk menjadi masyarakat sempurna dalam Allah
Tritunggal. Boff tegas dalam
pandangannya bahwa masyarakat secara intrinsik bagian dari tiga. Bapa,
Anak dan Roh Kudus adalah satu kesatuan karena "Pribadi yang pada hakekatnya
terbuka terhadap yang lain, ada dengan yang lain dan kembali satu sama
lain". Persekutuan ini adalah ekspresi dari kasih dan
kehidupan. Boff merujuk pada doa Yesus, "semoga mereka menjadi satu
dalam diri kita ... supaya mereka menjadi satu seperti kita adalah satu"
(Yoh. 17:21-22). Dia juga menekankan bahwa ketika Yesus turun ke dunia, Ia
melakukan hal-hal yang mendorong orang Yahudi untuk percaya bahwa hanya Allah yang
memiliki kekuatan untuk melakukannya. Oleh karena itu, benarlah perkataan
mereka bahwa ia membuat dirinya setara dengan Allah (Yoh. 5:5). Kemudian,
Roh Kudus ada dan menyatu dalam tindakan-tindakan Yesus.
Menurut
Boff, pemahaman yang tepat tentang Trinitas tersebut seharusnya menjadi kritik
tetapi sekaligus inspirasi bagi komunitas masyarakat manusia. Baginya, apa yang
terjadi dalam komunitas masyarakat manusia secara umum justru menunjukkan
kesalahan pemahaman tentang Trinitas, atau dengan kata lain tidak Trinitarian.
Misalnya, status ayah identik dengan orang yang memiliki pengetahuan dan
kekuasaan dan telah membuat keputusan dalam keluarga, paternalisme adalah model
bagi hubungan keluarga dalam masyarakat luas. Dengan kata lain, bahkan secara
gamblang Boff menegaskan bahwa masyarakat cenderung membenarkan setiap bentuk
otoritarianisme, paternalisme, tirani, atau individualisme otonom dalam
hubungan politik, ekonomi, gerejawi, seksual, dan kekeluargaan. Hal ini berakar
pada pemahaman Trinitarian yang monoteistik. Selain bahwa pemahaman semacam itu
sudah pasti akan mengarah kepada doktrin Tritunggal yang diwarnai baik oleh
subordinationisme atau modalisme.
Sebaliknya, kalau kita mulai dengan pewahyuan ketritunggalan
Allah sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus, menurut Boff, kita akan memiliki
pemahaman yang benar akan Allah Tritunggal yang imanen dan menyelamatkan. Pemahaman
ini menghantar kita pada konsepsi
masyarakat manusia dalam gambar Allah dalam setiap bidang yang ditandai dengan
kesatuan dalam keragaman, individualitas yang diwujudkan dalam kekerabatan,
masyarakat yang merangkul bukan mengecualikan, saling memberi dan menerima yang
menolak semua dominasi dan kontrol. Melalui ini, Boff menunjukkan
bagaimana sebuah doktrin sosial Tritunggal memungkinkan kita untuk mengatasi
konflik antara kapitalisme individualistik dan sosialisme kolektif, penindas
dan yang tertindas, laki-laki dan perempuan, serta otoritas gereja dan anggota
gereja.
Komentar Artikel
Mengingat fakta bahwa Trinitas adalah ciri khas teologi
dan strata iman Kristen, bab ini menawarkan sisi lain dari teologi Trinitas.
Boff secara mendalam dan gamblang merefleksikan pengaruh praksis dari
penghayatan akan misteri Allah Tritunggal untuk praktek kehidupan kita, bukan
hanya dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi juga dalam kehidupan menggereja.
Dalam tesis Trinitarian, Boff menunjukkan bagaimana
Tritunggal Kudus, antara lain, adalah gambaran masyarakat yang sempurna dan gambaran
gereja yang ideal, yang - bukan hirarki kekuasaan, tetapi sebuah komunitas yang
beragam. Lebih lagi, dimensi paling menarik dari tesis Boff adalah di mana
ia menunjukkan bagaimana doktrin sosial Tritunggal dapat memungkinkan kita
untuk mengatasi konflik antara kapitalisme individualistik dan sosialisme
kolektif, penindas dan yang tertindas, laki-laki dan perempuan, otoritas gereja
(hirarki) dan anggota gereja, dan bahkan pembagian antara Gereja Barat dan
Timur. Hal ini dapat menjadi kendaraan yang signifikan untuk memobilisasi
ekumenisme.
Kekayaan lain dari tesis Trinitarian Boff dalam bab ini adalah
ia memberikan sentuhan yang lebih jelas pada beberapa istilah teologis yang
telah digunakan oleh para pendahulunya. Penggunaan istilah perichoresis, yang dapat diterjemahkan sebagai “tinggal
bersama”, “berada bersama”, dan “saling meresapi” dari para Pribadi Ilahi yang
bersama-sama merupakan satu kehidupan dengan kesamaan derajat tanpa yang satu
lebih dahulu atau lebih tinggi dari pada yang lain. Penjelasan Boff ini sangatlah
tidak rentan terhadap tuduhan trietisme.
Oleh
karena itu, sebagai sebuah pemikiran teologis, artikel (buku) ini bagi saya
amatlah layak untuk dibaca guna memperkaya wawasan teologi kita tentang
Trinitas. Hanya saja, menurut saya cukup beresiko apabila artikel ini dibaca
oleh orang yang sama sekali awam dalam teologi mengingat banyaknya gagasan
‘pemberontakan’ yang terkandung di dalamnya, misalnya tentang hierarki gereja.
Melalui
artikel ini, secara pribadi saya pun tidak bisa menghindari kesan bahwa Boff
tidak lebih baik dari beberapa teolog pembebasan dalam memberikan kriteria
teologis untuk mengkritik semua ideologi dan dengan demikian agak rentan
terhadap kritikan bahwa teologi pembebasan adalah hanya mencoba untuk
menggunakan Allah untuk membenarkan ideologi tertentu.
Daftar Pustaka
Boff, Leonardo. Trinity
and Society. Translated by Paul Burns. New York: Orbit Books, 1988.
Dister, Nico Syukur, Dr., OFM. Teologi Sistematika 1: Allah Penyelamat. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
[1]
Leonardo Boff dilahirkan
di Concordia, Santa Catarina, Brasil, pada 14 Desember 1938. Dia adalah cucu seorang
imigran Italia dari daerah Veneto yang datang ke Rio Grande do Sul, Brasil, pada
akhir abad XIX. Dia menerima pendidikan dasar dan menengah di Concordia -
Santa Catarina, Rio Negro - Paraná, dan Agudos - São Paulo. Ia belajar Filsafat di
Curitiba - Paraná dan Teologi di Petropolis - Rio de Janeiro. Dia bergabung dengan Ordo
Fransiskan Friars Minor pada 1959 dan menerima gelar doktor dalam Filsafat dan
Teologi dari Universitas Munich - Jerman, pada tahun 1970.
Selama 22 tahun ia adalah
profesor Teologi Ekumenis Sistematis dan di Institut Teologi Fransiskan di
Petropolis. Dia telah menjabat sebagai profesor Teologi dan Spiritualitas di
berbagai pusat pendidikan tinggi dan universitas di Brasil dan seluruh dunia,
selain menjadi profesor tamu di Universitas Lisbon (Portugal), Salamanca
(Spanyol), Harvard ( Amerika Serikat), Basel (Swiss), dan Heidelberg (Jerman).
Ia adalah salah satu tokoh utama Teologi Pembebasan yang selalu
merefleksikan secara teologis masalah-masalah penderitaan dan marginalisasi.
Boff menerima gelar doktor
kehormatan dalam bidang Politik dari Universitas Turin (Italia) dan dalam bidang
Teologi dari Universitas Lund (Swedia). Dia juga telah dihormati
dengan berbagai penghargaan, di Brasil dan seluruh dunia, karena perjuangan
atas nama yang lemah, yang tertindas dan terpinggirkan, dan Hak Asasi Manusia. Dari
1970 sampai 1985 ia berpartisipasi dalam dewan editorial Editora Vozes. Selama waktu ini ia
berpartisipasi dalam koordinasi dan publikasi koleksi, "Teologi dan Pembebasan"
dan edisi seluruh karya CG Jung. Dia Editor-in-chief dari
"Eclesiástica Revista Brasileira" 1970-1984, dari "Revista de
Cultura Vozes" dari 1984 hingga 1992, dan "Revista Internacional
Concilium" 1970-1995.
Pada tahun 1984, Boff sempat
dilarang mengajar oleh gereja Katolik karena bukunya “Gereja: Kharisma dan
Power” dianggap bertentangan dengan ajaran gereja. Namun, Vatikan mencabut
hukuman itu pada tahun 1986 karena banyaknya tekanan internasional. Pada tahun
1992, di bawah ancaman baru dari tindakan penghukuman kedua oleh otoritas di
Roma, Boff meninggalkan imamatnya dan 'mempromosikan dirinya: “Aku mengubah
parit untuk melanjutkan perang yang sama”. Ia melanjutkan aktivitasnya sebagai
seorang teolog pembebasan , penulis, profesor, dan pembicara dalam berbagai konferensi di
Brasil dan negara-negara lain, juga sebagai penasehat beberapa gerakan sosial pembebasan.
Pada tahun 1993 ia terpilih sebagai profesor Etika, Filsafat Agama dan Ekologi
di Universitas Negeri Rio de Janeiro (UERJ). Pada tanggal 8 Desember 2001 ia
dihormati dengan hadiah Nobel alternatif, "Right Livelihood Award" di
Stockholm, Swedia.
Dia saat ini tinggal di
Jardim Araras, sebuah daerah padang gurun ekologi di kotamadya Petropolis Rio
de Janeiro. Ia hidup bersama Marcia Maria Monteiro de Miranda, seorang pendidik dan pejuang Hak Asasi Manusia dari
paradigma ekologi baru. Dan dikaruniai, beberapa anak dan cucu.