Senin, 28 Januari 2013

Antara Pengakuan dan Pemberian Diri.


Akhirnya ada kesempatan untuk berbagi cerita lagi. Seperti biasa, ceritaku itu perpaduan antara pengalaman atau pergumulan hidup yang dialami ditambah sedikit refleksi pribadi. Strukturnya mungkin ngalor ngidul tapi komposisinya kira-kira seperti itulah. Sekian dan terima kasih. Wakakaka

Sama seperti kebanyakan orang, gw termasuk salah seorang yang melibatkan diri di dalam dunia maya. Bahkan akhir-akhir ini bisa dikatakan sedang ketagihan. Nah, gw punya beberapa akun di situs social network. Awalnya sih, motivasinya cuma biar nggak dikatakan gaptek. Kemudian motivasinya berkembang sebagai ajang mencari teman dan bersosialisasi dengan penduduk dunia yang lain. Sampai tataran ini, motivasi ini kayaknya berada pada jalur yang benar. Artinya, mungkin inilah cita-cita luhur para pendiri situs-situs tersebut. Yakni agar berbagai makhluk di dunia ini bisa saling berinteraksi walau dipisahkan ruang dan waktu. Ceilee

Dalam perkembangannya, terjadi pergeseran dalam hal pola relasi. Kalo sebelumnya setiap penghuni umumnya ditempatkan dalam level yang sama, kini berbagai social network tersebut mulai mengkategorikan anggotanya dalam dua kasta, follower dan following. Gw nggak tahu sejarah cikal-bakalnya. Tapi pasti kita semua sepakat kalo twitter-lah yang mempopulerkan pembagian kasta ini. Kelihatannya nggak ada yang salah sih. Mereka yang punya kharisma dan kepribadian plus hampir pasti memiliki follower yang banyak. Dan begitu pulalah sebaliknya. Tapi bukankah manusia diciptakan sederajat? Kelihatanlah bahwa pada akhirnya para penghuni dumay mulai berjuang menegakkan harga dirinya baik dengan cara yang halal maupun tidak halal seperti dengan mencuri jempol atau follower misalnya.

Sebelum topiknya jadi melebar, kita kembali fokus. Mungkin banyak hal yang bisa direfleksikan dari ilustrasi yg gw utarakan di atas. Tapi kali ini, gw melihat satu kata kunci dari ilustrasi terbut yakni Pengakuan. Yups, bahwa setiap pribadi ingin mendapat pengakuan untuk sesuatu hal yang ia kemukakan. Sah-sah saja. But, mungkin kita perlu mengkritisi lagi pola relasi ini. Artinya bahwa pengakuan seharusnya adalah konsekuensi dari makna atau manfaat yang kita berikan bagi orang lain. Tetapi pola relasi ini menjadi tidak sehat ketika orang menekankan pada  pengakuan dan bukan pada pemberian diri. Maksudnya ialah orang berfokus pada bagaimana mendapatkan pengakuan sebanyak-banyaknya, dan bukan terutama pada bagaimana agar saya bisa berbagi kepada orang lain sebanyak-banyaknya. Yang lebih parah lagi, banyak orang yang mendapat manfaat dari orang lain tidak mau jujur memberikan pengakuan kepada orang yang telah membantunya. Contoh konkret, kalo anda merasa cerita ngalor-ngidulku ini bermanfaat, ungkapkanlah pengakuanmu dengan semacam kata terima kasih di bagian komentarnya misalnya. Sekali lagi misalnya. Atau minimal doakanlah mereka yang telah mengisnpirasimu. Bukan malahan mencopas secara tidak bertanggung jawab dengan mempublikasikannya sebagai ciptaan pribadi.

Gw bukan ahli Bahasa Indonesia. Tetapi setelah gw telusuri, kata pengakuan itu berasal dari kata dasar ‘Aku’. Dan ‘Aku’ kalau tidak dimanfaatkan secara bijaksana, bisa menjurus kepada ‘egois’. Gw akhirnya sadar, bahwa pengakuan bukanlah prioritas yang sesungguhnya. Prioritas yang sesungguhnya itu ialah pemberian diri yang terungkap dalam status, tweet, blogging. Ungkapkanlah dirimu secaramu jujur dan berikanlah sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Kalau demikian adanya, pasti akan ada pengakuan untukmu. Mungkin saja bukan dalam bentuk follower membengkak, tetapi minimal kemampuan pribadi untuk berbuat sesuatu yang positif semakin berkembang. Dan yang pasti Tuhan tidak menutup mata untuk setiap pemberian dirimu. Kata orang bijak nih, tak ada hal apapun di bumi ini yang tidak berguna kalo kita mau belajat dari padanya. Percayalah bahwa apapun yang diungkapkan dengan jujur itu tidak pernah sia-sia. So, jangan takut untuk mengungkapkan kebaikan dirimu secara jujur hanya karena tidak ada like, retweet, atau komentar.

Udah itu ajha. Ngalor-ngidul kan? Hmm, tapi mudah-mudahan cerita ini bermanfaat untukmu walau dalam bentuk yang berbeda dari manfaat yang gw peroleh. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar