Oleh: Nicolas Renleuw
Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng
Ekaristi
adalah pusat dan puncak hidup Gereja karena di dalamnya “termaktublah seluruh
kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Anak Domba Paskah kita serta
Roti Hidup”.[1]
“Akulah roti hidup yang
telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup
selama-lamanya…barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai
hidup yang kekal…ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:51.54.56).
Sebagai
puncak dan pusat hidup Gereja, Ekaristi memiliki makna yang sangat penting bagi
umat beriman yang merayakannya. Salah satu makna Ekaristi bagi umat beriman
tersebut ialah Ekaristi sebagai anamnesis.[2]
Tulisan singkat ini akan membahas makna ekaristi sebagai anamnesis bagi umat
beriman.
1. Ekaristi:
Ulasan Singkat Sekitar Sejarah dan Teologi
Kata
Ekaristi berasal dari bahasa Yunani eucharistia
yang berarti puji-syukur. Kata Yunani eucharistia
ini bersama kata Yunani eulogia
(=juga puji syukur) digunakan untuk menerjemahkan kata Ibrani berakhah, yakni doa berkat dalam
Perjamuan Yahudi.
Menurut
tradisi, Ekaristi ditetapkan oleh Tuhan Yesus Kristus pada Perjamuan Malam
Terakhir. Tetapi, Perjamuan Malam Terakhir sendiri bukan Perayaan Ekaristi yang
pertama. Ekaristi Gereja merayakan wafat dan kebangkitan Tuhan, padahal Tuhan
Yesus belum wafat dan bangkit saat Perjamuan Malam Terakhir. Studi tentang umat
Kristen purba telah mengungkap kenyataan bahwa sejak awal ada berbagai macam
bentuk dan nama yang menunjuk pada Ekaristi sebagai sebuah perjamuan komuniter.
Banyaknya nama yang dipakai untuk menyebutnya mengungkapkan kekayaan Ekaristi
itu sendiri. Nama-nama itu tampak dalam uraian sebagai berikut.[3]
Ø Ekaristi: karena merupakan ucapan syukur
kepada Allah (Luk 22:19; 1Kor 11:24)
Ø Perjamuan Tuhan (bdk. 1Kor 11:20):
karena menyangkut baik perjamuan yang oleh Tuhan diadakan bersama
murid-murid-Nya pada malam sebelum penderitaan-Nya, maupun antisipasi perjamuan kawin Anak Domba (Why 19:9)
dalam Yerusalem surgawi.
Ø Pemecahan Roti: karena ritus yang
termasuk perjamuan Yahudi itu diikuti Yesus ketika sebagai tuan rumah
memberkati roti serta membagi-bagikannya (bdk. Mat 14:19; 15:36; Mrk 8:6.19),
khususnya pada waktu Perjamuan Malam Terakhir (bdk. Mat 26:26; 1Kor 11:24).
Karena perbuatan inilah para murid mengenal Yesus kembali sesudah kebangkitan
(bdk. Luk 24:13-35), dan dengan sebutan ini umat Kristen purba menunjukkan
perayaan Ekaristi mereka (bdk. Kis 2:42.46; 20:7.11). Dengan sebutan ini pula
mereka mau memperlihatkan bahwa barangsiapa menyambut satu roti yang dipecahkan
itu, yakni Kristus, dipersatukan dengan-Nya menjadi satu tubuh (bdk. 1Kor
10:16-17).
Ø Pertemuan ekaristis (synaxis): karena
Ekaristi dirayakan dalam pertemuan-pertemuan kaum beriman, ungkapan Gereja yang
kelihatan (bdk. 1 Kor 11:17-34).
Ø Kenangan: karena Ekaristi adalah
kenangan akan sengsara dan kebangkitan Tuhan.
Ø Kurban kudus: karena sakramen ini
menghadirkan satu kurban Kristus, Penebus kita, dan mengandung kurban Gereja;
ataupun juga kurban misa yang kudus,
kurban syukur (Ibr 13:15; bdk. Mzm 116:13.17), kurban rohani (bdk. 1Ptr 2:5) yang suci (bdk. Mal 1:11) dan kudus karena semua kurban Perjanjian
Pertama diselesaikan dan diatasinya.
Ø Liturgi yang kudus dan ilahi; karena
dalam perayaan sakramen ini sluruh liturgy Gereja dipusatkan dan paling
dipadatkan. Dalam arti yang sama sakramen ini disebut pula perayaan misteri-misteri kudus. Juga dipakai
istilah Sakramen Mahakudus karena
sakramen ini merupakan sakramen para sakramen. Dengan nama Sakramen Mahakudus
ditunjukkan pula rupa ekaristis yang disimpan dalam tabernakel.
Ø Komuni: karena melalui sakramen ini kita
dipersatukan dengan Kristus, yang memberi kita bagian dalam tubuh dan darah-Nya
supaya menjadi satu tubuh (bdk. 1Kor 10:16-17).
Ø Misa kudus: karena liturgi di mana
misteri keselamatan telah berlangsung itu berakhir dengan perutusan (missio) kaum beriman supaya mereka
memenuhi kehendak Allah dalam hidupnya sehari-hari.
Kenyataan
beragamnya bentuk dan nama Perayaan Ekaristi tersebut sebenarnya hendak
menegaskan bahwa sebagai sakramen sentral dari gereja, Ekaristi adalah perayaan
yang dibuat Kristus, namun serentak kita tidak dapat menunjuk suatu bentuk baku
tata cara suatu Perayaan Ekaristi yang diwariskan oleh Yesus sendiri secara
persis tepat secara historis hingga saat ini. Karena itu yang terpenting
sebenarnya ialah apakah Perayaan Ekaristi yang kita rayakan ini dapat merangkum
semua kekayaan atau memuat unsur hakiki yang terkandung dalam setiap bentuk
perayaan Ekaristi yang asali tersebut.[4]
Kata anamnesis
adalah kata bahasa Yunani yang diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani zikkaron. Dalam bahasa Latin memoria dan apabila diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris berarti memorial. Anamnesis berarti pengenangan.[5]
Perayaan Ekaristi sebagai sebuah anamnesis sebenarnya
bertitik tolak dari kata-kata Yesus sendiri mengenai Ekaristi yakni: “Perbuatlah ini sebagai kenangan akan Daku”.
Karena itu, seluruh perayaan Ekaristi pada dasarnya adalah suatu anamnese atau
pengenangan. Dengan anamnesis, tidak dimaksudkan bahwa perayaan Ekaristi
merupakan suatu usaha untuk mengingat-ingat secara rasional dan subjektif akan
tindakan Kristus. Ekaristi sebagai anamnesis berarti suatu penghadiran tindakan
keselamatan Allah melalui Kristus yang mengurbankan diri dari masa lampau
secara aktual pada masa kini secara objektif dan nyata dalam perspektif masa
depan. Hal ini tampak dalam persembahan roti dan anggur oleh imam yang
bertindak in persona Kristus, artinya
merepresentasikan Kristus. Sebab, yang sebenarnya bertindak sebagai Imam
satu-satunya dalam Perjanjian Baru adalah Kristus.[6]
Ekaristi sebagai suatu penghadiran kembali tindakan
pengurbanan diri Kristus secara aktual dimungkinkan karena dua hal. Pertama, karena Yesus Kristus adalah
Putera Allah. Semua perbuatan Allah memiliki dimensi keabadian juga, yang
melampaui kurun waktu, sehingga bersifat simultan atau bersamaan pada segala
waktu. Kedua, setelah kebangkitan,
relasi kemanusiaan Kristus dengan ruang dan waktu berubah. Segala perbuatan
demi keselamatan kita yang dilakukan Yesus sebagai manusia tak pernah lepas
dari Pribadi Ilahi sebagai subjek yang bertindak. Maka, perbuatan manusiawi itu
dapat menjadi nyata bagi kita yang hidup di tempat dan waktu yang berbeda
dengan Yesus. Hal ini terjadi dengan perantaraan simbol riil yang ditentukan
oleh Yesus sendiri yaitu perayaan Ekaristi.
Ekaristi sebagai anamnesis juga berarti pengenangan akan
Kristus, bukan hanya terbatas pada melakukan apa saja yang dibuat Tuhan. Apa
yang dibuat Kristus pada perjamuan akhir diresapi oleh hal-hal yang langsung
menyusulinya: sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Kristus menghadirkan pada
perjamuan ini keseluruhan hidup-Nya. Dalam penyerahan diri dalam Ekaristi,
tertangkap seluruh hidup-Nya dari Allah dan ke Allah. Kita mengenang Dia yang
telah pulang kepada Bapa dan sekali nanti akan menghantarkan kita kepada Bapa.
Kristus yang hadir dalam rupa roti dan anggur adalah DIa yang akan dating
kembali ternuka untuk membawa orang saleh kepada Bapa di surga.
Jadi, “lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku”
melingkupi jauh lebih banyak daripada memecahkan roti dan mengangkat cawan
sambil mengucapkan kata-kata konsekrasi. Kristus dikenangkan ketika Ia sendiri
hadir di tengah kita. Kita yang merayakan Ekaristi harus percaya bahwa Kristus
sekarang menghadirkan misteri penyelamatan-Nya di tengah-tengah kita. Ketika
kita di dalam perayaan Ekaristi memperingati wafat dan kebangkitan Tuhan, maka
Tuhan yang wafat dan bangkit bagi kita sendiri hadir di tengah kita.
3. Penutup
Ekaristi sebagai sakramen yang selalu menghadirkan karya
penyelamatan Allah setiap kali kita merayakannya seharusnya selalu
menginspirasi kita untuk semakin menjadi anak-anak Allah yang semakin serupa
dengan-Nya. Perayaan Ekaristi dapat menjadi kesempatan bagi kita untuk selalu
belajar dari keutamaan-keutamaan yang diteladankan oleh Yesus Kristus.
Daftar Bacaan
Banawiratma, JB., SJ (ed.). Ekaristi dan Kerjasama Imam-Awam.
Yogyakarta: Kanisius, 1986.
Cross F. L. (ed.). The Oxford Dictionary of the Christian
Church. London: Oxford University Press, 1974.
Dister, Nico Syukur, Dr.,
OFM. Teologi SIstematika 2: Ekonomi
Keselamatan. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Heuken, A., SJ. Ensiklopedi Gereja I: A-B. Jakarta:
Cipta Loka Caraka, 2004.
Martasudjita, E., Pr., Tentang Ekaristi . Yogyakarta: Kanisius,
2008.
Presbyterorum Ordinis:
Dekret tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam.
Salettia, Julius, Drs., Lic.
T. “Makna Perayaan Ekaristi” (Traktat
Mata Kuliah Teologi Ekaristi STF Seminari Pineleng, 2003).
[1]
Bdk. Presbyterorum Ordinis: Dekret tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam,
art. 5
[2]
Bdk. Drs. Julius Salettia, Lic. Th, “Makna Perayaan Ekaristi” (Traktat Mata
Kuliah Teologi Ekaristi STF Seminari Pineleng, 2003), hlm. 7.
[3]
Bdk. Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi
SIstematika 2: Ekonomi Keselamatan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 388-389.
[4]
Bdk. Drs. Julius Salettia, Lic. Th, Ibid.,
hlm. 20-21
[5]
Bdk. F. L. Cross (ed.), The Oxford
Dictionary of the Christian Church (London: Oxford University Press, 1974),
hlm. 49.
[6]
Dalam teologi, kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang real dan nyata dalam
Ekaristi, yakni dalam rupa roti dan anggur ini disebut dengan istilah realis praesentia. Konsili Konstanz
(1415) menolak ajaran Yohanes Hus yang menuntut komuni dua rupa sebagai
keharusan mutlak dalam Misa. Gereja mengajarkan bahwa komuni hanya dengan satu
rupa juga tetap sah karena Kristus hadir dalam setiap rupa roti ataupun anggur.
Konsili Trente (1551) kemudian menegaskan bahwa seluruh Kristus (Christus Totus) ada dalam setiap rupa
dan dalam setiap bagian dari setiap rupa. Dengan demikian, pada komuni dalam
bentuk apapun, entah dua rupa atau satu rupa, dalam jumlah banyak atau potongan
kecil, kita tetap menerima Kristus yang satu dan sama, seluruhnya dan
seutuhnya. Bdk. E. Martasudjita, Pr., Tentang
Ekaristi (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm 6-7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar