Jumat, 20 Januari 2012

EKARISTI SEBAGAI ANAMNESIS


Oleh: Nicolas Renleuw
Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng

Ekaristi adalah pusat dan puncak hidup Gereja karena di dalamnya “termaktublah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Anak Domba Paskah kita serta Roti Hidup”.[1]
“Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya…barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal…ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:51.54.56).
Sebagai puncak dan pusat hidup Gereja, Ekaristi memiliki makna yang sangat penting bagi umat beriman yang merayakannya. Salah satu makna Ekaristi bagi umat beriman tersebut ialah Ekaristi sebagai anamnesis.[2] Tulisan singkat ini akan membahas makna ekaristi sebagai anamnesis bagi umat beriman.


1.    Ekaristi: Ulasan Singkat Sekitar Sejarah dan Teologi
Kata Ekaristi berasal dari bahasa Yunani eucharistia yang berarti puji-syukur. Kata Yunani eucharistia ini bersama kata Yunani eulogia (=juga puji syukur) digunakan untuk menerjemahkan kata Ibrani berakhah, yakni doa berkat dalam Perjamuan Yahudi.
Menurut tradisi, Ekaristi ditetapkan oleh Tuhan Yesus Kristus pada Perjamuan Malam Terakhir. Tetapi, Perjamuan Malam Terakhir sendiri bukan Perayaan Ekaristi yang pertama. Ekaristi Gereja merayakan wafat dan kebangkitan Tuhan, padahal Tuhan Yesus belum wafat dan bangkit saat Perjamuan Malam Terakhir. Studi tentang umat Kristen purba telah mengungkap kenyataan bahwa sejak awal ada berbagai macam bentuk dan nama yang menunjuk pada Ekaristi sebagai sebuah perjamuan komuniter. Banyaknya nama yang dipakai untuk menyebutnya mengungkapkan kekayaan Ekaristi itu sendiri. Nama-nama itu tampak dalam uraian sebagai berikut.[3]
Ø  Ekaristi: karena merupakan ucapan syukur kepada Allah (Luk 22:19; 1Kor 11:24)
Ø  Perjamuan Tuhan (bdk. 1Kor 11:20): karena menyangkut baik perjamuan yang oleh Tuhan diadakan bersama murid-murid-Nya pada malam sebelum penderitaan-Nya, maupun antisipasi perjamuan kawin Anak Domba (Why 19:9) dalam Yerusalem surgawi.
Ø  Pemecahan Roti: karena ritus yang termasuk perjamuan Yahudi itu diikuti Yesus ketika sebagai tuan rumah memberkati roti serta membagi-bagikannya (bdk. Mat 14:19; 15:36; Mrk 8:6.19), khususnya pada waktu Perjamuan Malam Terakhir (bdk. Mat 26:26; 1Kor 11:24). Karena perbuatan inilah para murid mengenal Yesus kembali sesudah kebangkitan (bdk. Luk 24:13-35), dan dengan sebutan ini umat Kristen purba menunjukkan perayaan Ekaristi mereka (bdk. Kis 2:42.46; 20:7.11). Dengan sebutan ini pula mereka mau memperlihatkan bahwa barangsiapa menyambut satu roti yang dipecahkan itu, yakni Kristus, dipersatukan dengan-Nya menjadi satu tubuh (bdk. 1Kor 10:16-17).
Ø  Pertemuan ekaristis (synaxis): karena Ekaristi dirayakan dalam pertemuan-pertemuan kaum beriman, ungkapan Gereja yang kelihatan (bdk. 1 Kor 11:17-34).
Ø  Kenangan: karena Ekaristi adalah kenangan akan sengsara dan kebangkitan Tuhan.
Ø  Kurban kudus: karena sakramen ini menghadirkan satu kurban Kristus, Penebus kita, dan mengandung kurban Gereja; ataupun juga kurban misa yang kudus, kurban syukur (Ibr 13:15; bdk. Mzm 116:13.17), kurban rohani (bdk. 1Ptr 2:5) yang suci (bdk. Mal 1:11) dan kudus karena semua kurban Perjanjian Pertama diselesaikan dan diatasinya.
Ø  Liturgi yang kudus dan ilahi; karena dalam perayaan sakramen ini sluruh liturgy Gereja dipusatkan dan paling dipadatkan. Dalam arti yang sama sakramen ini disebut pula perayaan misteri-misteri kudus. Juga dipakai istilah Sakramen Mahakudus karena sakramen ini merupakan sakramen para sakramen. Dengan nama Sakramen Mahakudus ditunjukkan pula rupa ekaristis yang disimpan dalam tabernakel.
Ø  Komuni: karena melalui sakramen ini kita dipersatukan dengan Kristus, yang memberi kita bagian dalam tubuh dan darah-Nya supaya menjadi satu tubuh (bdk. 1Kor 10:16-17).
Ø  Misa kudus: karena liturgi di mana misteri keselamatan telah berlangsung itu berakhir dengan perutusan (missio) kaum beriman supaya mereka memenuhi kehendak Allah dalam hidupnya sehari-hari.
Kenyataan beragamnya bentuk dan nama Perayaan Ekaristi tersebut sebenarnya hendak menegaskan bahwa sebagai sakramen sentral dari gereja, Ekaristi adalah perayaan yang dibuat Kristus, namun serentak kita tidak dapat menunjuk suatu bentuk baku tata cara suatu Perayaan Ekaristi yang diwariskan oleh Yesus sendiri secara persis tepat secara historis hingga saat ini. Karena itu yang terpenting sebenarnya ialah apakah Perayaan Ekaristi yang kita rayakan ini dapat merangkum semua kekayaan atau memuat unsur hakiki yang terkandung dalam setiap bentuk perayaan Ekaristi yang asali tersebut.[4]


2.       Ekaristi sebagai Anamnesis
Kata anamnesis adalah kata bahasa Yunani yang diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani zikkaron. Dalam bahasa Latin memoria dan apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berarti memorial. Anamnesis berarti pengenangan.[5]
Perayaan Ekaristi sebagai sebuah anamnesis sebenarnya bertitik tolak dari kata-kata Yesus sendiri mengenai Ekaristi yakni:  “Perbuatlah ini sebagai kenangan akan Daku”. Karena itu, seluruh perayaan Ekaristi pada dasarnya adalah suatu anamnese atau pengenangan. Dengan anamnesis, tidak dimaksudkan bahwa perayaan Ekaristi merupakan suatu usaha untuk mengingat-ingat secara rasional dan subjektif akan tindakan Kristus. Ekaristi sebagai anamnesis berarti suatu penghadiran tindakan keselamatan Allah melalui Kristus yang mengurbankan diri dari masa lampau secara aktual pada masa kini secara objektif dan nyata dalam perspektif masa depan. Hal ini tampak dalam persembahan roti dan anggur oleh imam yang bertindak in persona Kristus, artinya merepresentasikan Kristus. Sebab, yang sebenarnya bertindak sebagai Imam satu-satunya dalam Perjanjian Baru adalah Kristus.[6]
Ekaristi sebagai suatu penghadiran kembali tindakan pengurbanan diri Kristus secara aktual dimungkinkan karena dua hal. Pertama, karena Yesus Kristus adalah Putera Allah. Semua perbuatan Allah memiliki dimensi keabadian juga, yang melampaui kurun waktu, sehingga bersifat simultan atau bersamaan pada segala waktu. Kedua, setelah kebangkitan, relasi kemanusiaan Kristus dengan ruang dan waktu berubah. Segala perbuatan demi keselamatan kita yang dilakukan Yesus sebagai manusia tak pernah lepas dari Pribadi Ilahi sebagai subjek yang bertindak. Maka, perbuatan manusiawi itu dapat menjadi nyata bagi kita yang hidup di tempat dan waktu yang berbeda dengan Yesus. Hal ini terjadi dengan perantaraan simbol riil yang ditentukan oleh Yesus sendiri yaitu perayaan Ekaristi.
Ekaristi sebagai anamnesis juga berarti pengenangan akan Kristus, bukan hanya terbatas pada melakukan apa saja yang dibuat Tuhan. Apa yang dibuat Kristus pada perjamuan akhir diresapi oleh hal-hal yang langsung menyusulinya: sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Kristus menghadirkan pada perjamuan ini keseluruhan hidup-Nya. Dalam penyerahan diri dalam Ekaristi, tertangkap seluruh hidup-Nya dari Allah dan ke Allah. Kita mengenang Dia yang telah pulang kepada Bapa dan sekali nanti akan menghantarkan kita kepada Bapa. Kristus yang hadir dalam rupa roti dan anggur adalah DIa yang akan dating kembali ternuka untuk membawa orang saleh kepada Bapa di surga.
Jadi, “lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku” melingkupi jauh lebih banyak daripada memecahkan roti dan mengangkat cawan sambil mengucapkan kata-kata konsekrasi. Kristus dikenangkan ketika Ia sendiri hadir di tengah kita. Kita yang merayakan Ekaristi harus percaya bahwa Kristus sekarang menghadirkan misteri penyelamatan-Nya di tengah-tengah kita. Ketika kita di dalam perayaan Ekaristi memperingati wafat dan kebangkitan Tuhan, maka Tuhan yang wafat dan bangkit bagi kita sendiri hadir di tengah kita.

3.       Penutup
Ekaristi sebagai sakramen yang selalu menghadirkan karya penyelamatan Allah setiap kali kita merayakannya seharusnya selalu menginspirasi kita untuk semakin menjadi anak-anak Allah yang semakin serupa dengan-Nya. Perayaan Ekaristi dapat menjadi kesempatan bagi kita untuk selalu belajar dari keutamaan-keutamaan yang diteladankan oleh Yesus Kristus.


Daftar Bacaan
Banawiratma, JB., SJ (ed.). Ekaristi dan Kerjasama Imam-Awam. Yogyakarta: Kanisius, 1986.
Cross F. L. (ed.). The Oxford Dictionary of the Christian Church. London: Oxford University Press, 1974.
Dister, Nico Syukur, Dr., OFM. Teologi SIstematika 2: Ekonomi Keselamatan. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Heuken, A., SJ. Ensiklopedi Gereja I: A-B. Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2004.
Martasudjita, E., Pr., Tentang Ekaristi . Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Presbyterorum Ordinis: Dekret tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam.
Salettia, Julius, Drs., Lic. T.  “Makna Perayaan Ekaristi” (Traktat Mata Kuliah Teologi Ekaristi STF Seminari Pineleng, 2003).




[1] Bdk. Presbyterorum Ordinis: Dekret tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, art. 5
[2] Bdk. Drs. Julius Salettia, Lic. Th, “Makna Perayaan Ekaristi” (Traktat Mata Kuliah Teologi Ekaristi STF Seminari Pineleng, 2003), hlm. 7.
[3] Bdk. Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi SIstematika 2: Ekonomi Keselamatan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 388-389.
[4] Bdk. Drs. Julius Salettia, Lic. Th, Ibid., hlm. 20-21
[5] Bdk. F. L. Cross (ed.), The Oxford Dictionary of the Christian Church (London: Oxford University Press, 1974), hlm. 49.
[6] Dalam teologi, kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang real dan nyata dalam Ekaristi, yakni dalam rupa roti dan anggur ini disebut dengan istilah realis praesentia. Konsili Konstanz (1415) menolak ajaran Yohanes Hus yang menuntut komuni dua rupa sebagai keharusan mutlak dalam Misa. Gereja mengajarkan bahwa komuni hanya dengan satu rupa juga tetap sah karena Kristus hadir dalam setiap rupa roti ataupun anggur. Konsili Trente (1551) kemudian menegaskan bahwa seluruh Kristus (Christus Totus) ada dalam setiap rupa dan dalam setiap bagian dari setiap rupa. Dengan demikian, pada komuni dalam bentuk apapun, entah dua rupa atau satu rupa, dalam jumlah banyak atau potongan kecil, kita tetap menerima Kristus yang satu dan sama, seluruhnya dan seutuhnya. Bdk. E. Martasudjita, Pr., Tentang Ekaristi (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm 6-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar